Friday, October 26, 2018

Tanza Erlambang book: Fighting Belly Fat

Book cover

Belly fat or overweight may lead to many diseases include diabetes, aging of skin and cellular, heart diseases, reduce rate of body metabolism, high blood pressure, and even depression. 

Routine exercise such as walking, and jogging is well known to maintain body weight. Some other methods are less known to reduce belly fat. Some activities that could reduce body weight are laughing, consume micro and macro nutrients regularly, and consume certain foods.

The book of FIGHTING BELLY FAT contains 24 articles which discuss wide range topics relate to body weight from the dangerous of overweight, cause and how to control it. 

You may read or order this book through amazon website:  FIGHTING BELLY FAT 

Monday, October 22, 2018

Pilpres 2019: Harga Naik, Kenapa Tak Rusuh?

Harga beras

Tanya: Ada beberapa status di medsos (termasuk FB, blogger dan twitter) yang mempertanyakan, kenapa tidak ada demo mahasiswa, dan bahkan protes dari masyarakat, sementara dolar naik, barang barang pun menjulang tinggi. 

Jawab: Pisahkan antara harga barang dan nilai dolar terhadap rupiah.

Tanya: Kenapa begitu?
Jawab: Nilai dolar naik, tidak mesti semua barang ikut naik. 

Tanya: lah, nyatanya naik semua kok.
Jawab: Barang barang impor dan barang barang yang bahan bakunya impor sudah “pasti” naik tajam, linear dengan kenaikan dolar.

Mungkin anda menyamakan kenaikan dolar tahun 1998 yang merupakan salah satu penyebab kerusuhan massal. Secara nominal memang benar  rupiah tahun 2018 ini nilainya rendah di kisaran Rp15 ribu sampai Rp16 ribu, hampir sama dengan nilai tahun 1998. Perbedaannya terletak pada “persentase” depresiasi. 

Sebenarnya, tahun 2008, juga terjadi depresiasi rupiah. Mari kita bandingkan “penurunan” nilai rupiah berdasarkan persentase di tahun 1998 (jaman Suharto), tahun 2008 (jaman SBY) dan tahun 2018 (jaman Jokowi):
-Jaman presiden Suharto: Depresiasi rupiah sekitar 840%, yaitu dari dari Rp2000 menjadi Rp16.800 (Merdeka, Agustus 2015).

-Jaman presiden SBY: Depresiasi rupiah sebesar 39% (Kompas, Maret 2015).

-Jaman presiden Jokowi: Depresiasi rupiah sampai September 2018 sebesar 9,81% (Tribunenews, September 2018).

Nilai inflasi dapat dipakai sebagai salah satu cermin untuk melihat kenaikan harga barang (impor + produksi dalam negeri). Silahkan lihat perbedaan pada tiga presiden:
# Inflasi jaman Suharto sebesar 77,6% (Kompas, Agustus 2013)
#Inflasi jaman SBY sebesar 12,5% (Detik, Juni 2008)
#Inflasi jaman Jokowi sebesar 2,9% (BI, September 2018).

Dari data data di atas, diharapkan anda bisa “memahami” kenapa terjadi kerusuhan massal tahun 1998. Tapi, anehnya kenapa tidak terjadi di jaman SBY dan Jokowi?

Di jaman SBY, rupiah menurun tajam sebesar 39%. Angka ini hampir sama dengan penurunan nilai Lira (Turki) dan Peso (Argentina). Sama sama terjadi krisis ekonomi di jaman SBY (tahun 2008), dan saat ini (tahun 2018) di Turki dan Argentina.

Bagaimana dengan jaman Jokowi (tahun 2018)? Penurunan rupiah cuma sebesar 9,8% (Tribun), tapi menurut AsiaTimes (2018), penurunan rupiah pada kisaran 12,8%. Anggap saja menurun 12,8%. 

Sementara nilai inflasi sebesar 2,9% di pemerintahan Jokowi. Jauh di bawah era Suharto (77,6%) dan SBY (12,5%). Artinya, di era Jokowi kenaikan rata rata harga barang hampir tak ada artinya. Bahkan harga barang berbahan baku lokal kenaikannya hampir nol atau harga tetap, tidak naik.

Sekali lagi: Apakah ada kerusuhan massal di masa SBY? 

Silahkan jawab sendiri pertanyaan ini: kenapa tidak ada kerusuhan massal di jaman Jokowi sampai saat ini? 

# Kesimpulan: depresiasi rupiah, inflasi dan kenaikan harga barang di era Jokowi angkanya sangat kecil dibandingkan masa Suharto dan SBY. 
-Inilah alasan kenapa tidak terjadi "gejolak" massal secara besar besaran.

# Kita tunggu periode Desember 2018 - Februari 2019, apakah akan terjadi krisis ekonomi seperti di Argentina dan Turki. 
-Kalau rupiah masih di bawah Rp18 ribu, berarti kita selamat dari krisis seperti era SBY, Turki dan Argentina.  





Saturday, October 13, 2018

Apakah Ada Kuliah Gratis di Amerika Serikat?

Kampus Berea College

Meskipun negara kapitalis, dimana banyak hal diukur dengan materi dan uang, namun ternyata ada beberapa universitas di Amerika yang membebaskan SPP dan segala biaya untuk mahasiswa yang diterima masuk.

Salah satunya adalah “Berea College” yang berlokasi di negara bagian Kentucky. Jenjang pendidikan yang ditawarkan yaitu S-1 (Sarjana, strata-1) untuk lebih dari 30 jurusan, termasuk perawat kesehatan, computer science, health and performance development, ekonomi, bisnis, hukum, pertanian dan ilmu lingkungan.

Pemenang hadiah Nobel
Apakah bermutu? Mentang mentang gratis, tak berarti rendah kualitasnya. Ada banyak alumni Berea College yang terkenal di berbagai bidang. Saya sebutkan tiga orang saja sebagai contoh: John Fenn,  G. Samuel Hurst dan Juanita M. Kreps.

John Fenn adalah pemenang hadiah Nobel bidang Kimia tahun 2002. Hadiah tertinggi bidang ilmu pengetahuan di muka bumi. Karena susahnya menang hadiah Nobel, tak ada seorangpun dari Indonesia yang pernah menang hadiah nobel bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran. Bahkan “calon” pemenang Nobel-pun tak ada. “Abook”pun takde, kata P. Ramlee. 

Siapa pula Samuel Hurst? Sebelum saya jawab, coba anda lihat “smart phone” anda. Sentuh layar (screen) Smart Phone, apa yang terjadi? Layar (screen) smart phone anda bisa digerakkan oleh sentuhan karena temuan oleh Samuel Hurst. Kemudian “hak paten” dibeli oleh Steve job (Apple), maka jadilah smart phone yang nyaman anda pakai.

Setiap anda menyentuh smart phone, maka royalty mengalir ke saku Samuel Hurst sampai ke dalam kubur. Padahal si Samuel Hurst ini kuliah dia di universitas gratis tis tis. 

Kalau Juanita M. Kreps? Dia adalah mantan Menteri perdagangan jaman presiden Jimmy Carter tahun 1970-an. Setelah Menteri, beliau menjadi professor di universitas Duke. Top 8 universitas di Amerika.  

Sumber dana gratis
Sejak didirikan 160 tahun lalu, yaitu tahun 1855, Berea College sudah “meng-gratis”-kan SPP. Kemudian, mungkin anda bertanya tanya:”Dari mana biaya operasional, termasuk gaji dosen?” 

Berea College mendapatkan dana hibah atau sumbangan dari orang orang kaya. Dana tersebut kemudian dijadikan dana abadi, bahasa inggrisnya “endowment money.” Dana ini terus bertambah, karena setiap tahun ada saja orang orang kaya pemurah yang “membuang” uangnya.

Sekarang, “endowment money” ini berjumlah US$1,2 milyar (sekitar Rp20 Triliun), dan ada tambahan sumbangan sebesar US$ 5 juta (Rp 75 milyar) pertahun. Dana ini kemudian dimasukkan ke bank, hanya bunganya saja yang dipakai untuk menutupi biaya operasional, termasuk gaji dosen.

Selain bebas spp dan biaya, mahasiswa juga diberi “kerjaan.” 20 jam seminggu. Bayaran yang diterima cukup untuk uang sewa kamar dan uang makan. Kalau hemat, bisa juga jajan dan mentraktir pacar.

Mahasiswa Berea College berasal dari mana saja? Seluruh Amerika dan 60 negara di dunia. 

Tentu saja dari Indonesia boleh berkuliah di Berea College. Siapa tahu anda diterima, dan bisa jadi penemu (inventor) yang terkenal di dunia. Silahkan dicoba !!       




Friday, October 5, 2018

Orang Maluku di Belanda: Salju, Keju dan Sagu

Kampung Maluku di Belanda

Orang Maluku generasi ketiga dan keempat yang ayah dan kakeknya (generasi kedua) sudah lahir di Belanda, ya, seperti WN Belanda lainnya, tak jauh dari salju dan keju. 

Mereka sudah lupa dengan sagu dan papeda (tak usahkan yang lahir di Belanda, Yang lahir di Jawa atau Sumatra, barangkali juga sudah lupa sama papeda dan sagu….).

Seperti WN Belanda lainnya, ada yang kuliah, jadi PNS, berprofesi di bidang kesehatan, Pendidikan dan wiraswasta. Bahkan di Timnas Sepakbola Belanda, selalu ada orang Maluku.

Dulu mereka dibuatkan kampung, istilahnya “Molukse wijk.” Jumlahnya lumayan banyak, 71 kampung. Kepala kampungnya, ya, orang Maluku. Sama dengan di kita, kalau Polisi atau Aparat ingin masuk kampung, harus izin kepala kampung.

Di 71 kampung (Molukse wijk) tersebut, dulu, 100% isinya orang Maluku. Tapi, sekarang, turunan ketiga hanya 45% yang tinggal di Kampung . Sementara turunan keempat hanya 40% yang mau tinggal di “Molukse wijk.”

Kenapa generasi ketiga dan keempat tak mau menetap di Kampung Maluku (“Molukse wijk”)? Jawabannya, karena mereka sudah kawin dengan warga non-Maluku. Bisa, karena menikah dengan imigran lainnya (Philippina, Suriname, Cina dan bahkan dengan imigran dari Israel) atau menikah dengan orang Belanda Kulit Putih. 

Yang mix, biasanya kehidupannya lebih baik. Profesi apa aja mereka geluti: politisi, pemusik, pelukis, businessmen dan sebagainya. 

# Pak Harto sebelum lengser selalu mengundang professional turunan Maluku ke Indonesia untuk dimintai pendapatnya soal membangun Indonesia.
-Mereka juga diminta untuk mengundang investor Belanda datang dan menanamkan modal ke Indonesia !!

## Kemudian, tak hanya Maluku, tapi semua turunan Indonesia di Belanda diundang oleh pak Harto
-Tahun 1990-an itu, saya selalu bertemu turunan Indonesia-Belanda di Pesawat dan kapal laut. Mereka mengaku investasi kecil kecilan seperti buat pabrik roti dan franchise





Monday, October 1, 2018

RMS: Dari Amsterdam sampai ke Tampa, Florida

Demo RMS di depan kedutaan RI tahun 1966 
(Memory of the Netherlands)

Datang tahun 1950-an di Belanda dengan status sebagai “pengungsi politik,” awalnya adem adem saja.  RMS mulai rutin melakukan demo ke kedubes RI sejak tahun 1960-an, biasanya tiap dirgahayu RI tanggal 17 Agustus.

Bentrok RMS dan polisi Belanda tahun 1966 
(Memory of the Netherlands).

Demo dengan kekerasaan yang melibatkan bentrok antara polisi Belanda dengan RMS pertama terjadi tahun 1966. Disebabkan mereka (RMS) melempar batu ke arah kedutaan RI di Den Hag. Diplomat Indonesia meminta bantuan pihak Belanda untuk melindungi mereka dan keluarganya. Adalah kewajiban tuan rumah untuk melindungi diplomat dari negara manapun. 

Membajak Kereta Api Belanda tahun 1975 dan 1977
(Memory of the Netherlands).

Puncak kekerasaan oleh RMS terjadi tahun 1970-an, ketika RMS membajak kereta Api (tahun 1975 dan 1977) dan menduduki Konsulat RI di Amsterdam tahun 1975. RMS menyandera 41 orang, termasuk para diplomat, keluarganya dan WN Belanda yang sedang berurusan di Konsulat. Satu orang diplomat meninggal dunia. 

Pendudukan konsulat ini dianggap “insiden diplomatic” yang menarik perhatian dunia. Belanda dituduh “tak becus” memberi perlindungan terhadap korp diplomat RI. Insiden ini “melukai” perasaan pemerintah Belanda, masyarakat Belanda dan pemerintah RI. 

Pawai Moge orang Maluku di Belanda

Akhirnya, pemerintah Belanda memberi ultimatum:
1.Menjadi WN Belanda, dan mematuhi semua aturan seperti WN Belanda lainnya.
2.Imigrasi ke negara negara: Amerika Serikat, Australia, New Zealand atau Canada.

Respon RMS: 
1.Generasi pertama yang datang ke Belanda tahun 1950-an, memilih TETAP dengan status “Pengungsi Politik.” Dan berjanji tidak akan berbuat onar.

2.Generasi kedua (yang lahir di Belanda dan datang waktu bayi) punya dua pilihan:
-Sebagian besar memilih menjadi WN Belanda
-Sebagian kecil jadi imigran di Amerika Serikat, Australia, New Zealand dan Canada.

Ada cerita lucu yang imigran ke Amerika. Mereka pertama kali ditempatkan di Tampa, Florida:
RMS : Kamu pikir kami BODOH?
Petugas Amerika: Emangnya kenapa?

RMS: Kenapa kami direlokasi di tempat yang “TIDAK ADA SALJU” kayak di Florida ini? 
Petugas Amerika (benar benar heran…..bergumam dalam hati: oh…rupa rupanya ada SALJU di Maluku toh?!?)

Teman saya yang Amerika, ketika saya ceritakan tentang orang RMS:
Teman Amerika: Sukur juga akhirnya orang RMS dipindahkan dari Florida ke New York.
Saya: Kenapa begitu?

Teman Saya: Nanti disangkanya Orang Amerika di Florida BODOH semua. Kok memelihara pohon yang daunnya tidak gugur?














What Things Will Disappear from Public?

Smart key, credit to cars.com There are many things that familiar with our life in a decade or so will disappear soon. The timing o...