Friday, August 31, 2018

Pilpres 2019: Berapa Nilai Dolar Amerika Semestinya?

Rupiah dan dolar Amerika

The Strait Times baru baru ini menyebutkan, diantara isu kampanye presiden Indonesia yang hangat diangkat adalah “kurs rupiah” yang anjlok.

Tanya-01: Apakah kurs rupiah tak boleh anjlok?
Tanya-02: Kalau anjlok, apa penyebabnya? Dan apa gunanya?
Tanya-03: Kalau anjlok itu berguna, kenapa tak dibuat semurah murahnya saja?
Tanya-04: Berapa nilai rupiah terhadap dolar yang pantas? 

Empat pertanyaan di atas sebenarnya ada jawabannya di buku saya yang berjudul: PRAHARA RUPIAH. Buku juga membahas tentang kebijaksanaan moneter di beberapa negara di dunia sebagai pembanding. 

Untuk anda yang bukan sarjana ekonomi atau tak pernah belajar ekonomi sama sekali, saya akan berikan ilustrasi sebagai berikut: 

Ketika musim kemarau, panen cabe gagal, maka apa yang terjadi? Harga cabe naik luar biasa. Kenapa?, ya, karena “supply” cabe berkurang yang disebabkan oleh gagal panen. 

Sebaliknya, kalau panen sukses, maka “supply” melimpah, akibatnya apa? Harga cabe menurun. Untuk menerangkan harga cabe, kita cukup memakai konsep “Supply”  dan “Demand.” Dalam konteks harga cabe ini, tentu saja “demand” kita anggap tetap. 

Konsep “supply” dan “demand” ini juga bisa diterapkan ke kurs rupiah terhadap dolar. Ketika “supply” melimpah, maka harga rupiah anjlok. Nilai dolar naik luar biasa. 

Tanya: masa sih “supply” rupiah melimpah, karena panen sukses?
Jawab: ya, nggaklah. 

Supply rupiah melimpah, karena ada beberapa sebab:
1.Karena pemerintah mencetak rupiah dalam jumlah banyak
-Rupiah melimpah di pasar, Dolar otomatis naik, rupiah turun

2.Impor lebih banyak, sehingga kita perlu dolar banyak, kita beli dolar pakai rupiah:
-Rupiah melimpah di pasar, sehingga nilainya turun. 

3.Membayar hutang, lagi lagi kita beli dolar untuk bayar hutang:
-Rupiah melimpah di pasar, maka nilai rupiah turun, dolar naik 

Terus, apakah berguna kalau rupiah anjlok? Berguna untuk eksportir. Dengan nilai rupiah rendah, maka harga barang produk kita di pasar dunia akan laku, karena murah.  

Sebaliknya, untuk barang barang impor, harganya menjadi melambung tinggi, mencekik konsumen. 

Bagaimana sebaiknya? Ya, rupiah tidak terlalu “murah,” tetapi juga tidak terlalu “ mahal.”  

Di jaman pak Harto dulu, nilai rupiah bisa diurunkan dengan cara “devaluasi.” Kemudian dibuat kebijaksanaan, rupiah hanya boleh turun karena mekanisme pasar, bukan dipaksakan pemerintah. 

Bagaimana dengan Jokowi dan SBY? Mari kita bandingkan berapa penurunan rupiah setiap tahunnya? 

Era SBY:
Tahun 2004: 1 dolar AS = Rp9.290
Tahun 2014: 1 dolar AS =Rp12.440
Dalam 10 tahun nilai rupiah turun : Rp3.150
Rata rata turun pertahun: Rp315

Era Jokowi:
Tahun 2014: 1 dolar AS = Rp12.440
Tahun 2018: 1 dolar AS = Rp14.800
Dalam 4 tahun nilai rupiah turun: Rp2.360
Rata rata turun pertahun: Rp590
Rata rata turun pertahun dalam persen: 4,74%

Nilai “estimasi” rupiah kalau era Jokowi berakhir tahun 2024 (dua periode) adalah sebesar Rp18,340. Ini nilai estimasi minimal, bisa saja lebih anjlok karena krisis ekonomi dunia dan bahkan krisis di Indonesia.

Apakah nilai ini pantas? Silahkan jawab sendiri!!


Monday, August 20, 2018

Standards Used and Features of Mobile Telephones from 1G to 4G

Mobile phone, just for illustration (https://myupdatestudio.com)

Since first generation in 1980’s, mobile telephone has evolved from 1G to 4G, and even 5G is coming soon worldwide. The improvement from 1G to 4G is relating to transmission band, frequency band and services. 

The development of Mobile telephone is not only to its technology, but also increasing number of its users. As mentioned by Sharma (2013) that the number of mobile cellular subscribers are four times than fix telephone lines, and the trend is increasing in recent years. Thus, technology efficiency is important.  

The new generation of Cell Phone bring new technology and high data rates than the older generation (Agrawal et al, 2015). The increasing of wireless phone is following by highly requirement for better features and standard uses. 

In respect to Standards used and Features, the different of Mobile Telephones 1G, 2G, 3G and 4G are following (Agrawal et al, 2015 and Sharma. 2013): 

1G
2G
3G
4G
Advantages:
1)Analog system
2)Cordless





Disadvantages:
1)Voice only, no data communication
2)Slow speed and low capacity
3)Less secure


Advantages:
1) Enhanced efficiency
2) Improved system capacity
3) Voice and data services.
4) Enhanced security

Disadvantages:
1) does not support high data rates
2) Weaker digital signal.
3)Unable to handle complex data.
Advantages:
1)Supports multimedia
2)Value added services like television, GPS and video conferencing.  
3)High speed internet 
4) Increased capacity. 


Disadvantages:
1)Expensive Cost of upgrading 3G devices 
2)Power consumption is high.
3)Expensive base station
Advantages:
1)High efficiency and High voice quality.
2)Easily access internet, streaming media etc
3)Simple protocol architecture.
4)Efficient multicast/broadcast.
Disadvantages:
1)Higher data prices  2)very expensive and hard to implement
3)Complex hardware. 4)Power usage is more.




References
Agrawal, J., Patel, R., Mor, P., Dubey, P and Keller, J.M. (2015). Evolution of Mobile Communication Network: from 1G to 4G. International Journal of Multidisciplinary and Current Research Vol.3 (Nov/Dec 2015 issue). Pp.1100-1103

Sharma. P. (2013). Evolution of Mobile Wireless Communication Networks-1G to 5G as well as Future Prospective of Next Generation Communication Network. International Journal of Computer Science and Mobile Computing Vol.2 Issue. 8, August- 2013, pg. 47-53



Saturday, August 18, 2018

Pilpres 2019: Aktifitas Medsos Jokower Meredup, Karena Ahoker?

Pentingnya media social 

Sekitar 3 bulan lalu, seorang rekan memberi info: “aktifitas medsos untuk mendukung Jokowi sudah menurun.” Saya tak begitu menanggapi, karena biasa biasa saja kalau belum tau siapa yang akan maju “melawan” Jokowi. 

Tak berapa lama, setelah pendaftaran capres-cawapres, hampir semua polling di FB maupun Twitter, bahkan di Radio dan media nasional dimenangkan oleh Prabowo-Sandiaga. Sayapun biasa biasa saja, karena toh polling diselenggarakan dengan metode “voluntarily.” Tak ngaruh. 

Mulai menarik perhatian, ketika membaca artikel yang ada di beberapa media nasional. Di bawah tiap artikel ada kolom komentar dari pembaca. Secara random, dibaca 12 komentar. Cukup mengagetkan:

6 komentar dari pendukung Prabowo-Sandi
4 komentar dari pendukung Jokowi-Ma’ruf.
2 komentar netral : memberikan ceramah dengan topik ngalur ngidul.

Berbeda jauh, 180 derjat dibanding Pilpres 2014. Hampir semua komentar didominasi oleh Jokower. Hingga ada yang “sarkasme,” seandainya ada 10 komentar di medsos dan media digital, 11 adalah Jokower. 

Teman saya menghubungkan penurunan aktifitas medsos dan media digital pendukung Jokowi ini dengan Ahoker. Teman saya tersebut mensinyalir:”Ahoker tak puas. Tak puas pertama, kok tak ada upaya Jokowi agar Ahok tak masuk penjara? Tak puas kedua, kenapa Ma’ruf yang jadi cawapres, bukankah beliau yang memperberat hukuman Ahok?”  

Kemudian, teman saya tersebut memberi info, kalau Ahoker itu kalangan menengah atas, maknanya mereka mengakses informasi 24 jam. Bisa men-twit dan FB-an atau komen di media digital kapan mau. Teman saya menutup diskusi:”kekecawaan Ahoker, berarti penurunan dukungan, termasuk aktifitas medsos dan digital”

Memang jelas terlihat penurunan aktifitas medsos kelompok Jokower, tapi apakah ini berhubungan langsung dengan dukungan ahoker? Kita tunggu saja sampai beberapa bulan mendatang. 

Bagi saya pribadi, untuk membangun demokrasi diperlukan informasi seimbang dari kedua pihak. Baik dari pendukung Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo-Sandi. Biarkan pemilih yang memberikan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Merdeka!







Friday, August 3, 2018

Different between the Two Switching Methods in Transfer Data

Illustration of circuit and packet switching (http://www.differencebetween.net) 

In sending data from one device (sender) to another certain address of device (receiver), we use a method called as switching. Two switching method generally used in the market, they are Circuit Switching and Packet Switching. 

Point to point connections are established between receiver and sender to transmit data in circuit switching. We could find easily an example of the circuit switching in the daily life which is cable telephone. No broken line while we are making telephone call.  

When data are divided and sent into small packets then we call as packet switching. Each unit packet has header that contain destination address and source of data. When small unit data reach address, then data are assembled as an original one. Two examples of packet switching are IP or TCP and Frame Relay. 

As reported by Tech (2017) the different between Circuit Switching and Packet Switching are following (please see Table at below):

Differences
Circuit Switching
Packet Switching
1. Packets use the same path
Packets travel independently
2. Reserve the entire bandwidth in advance
Does not reserve
3. Physical path between source and destination
No physical path
4.Bandwidth wastage
No Bandwidth wastage
Four simples different between Circuit Switching and Packet Switching

Reference
Tech, A. 2017. Packet Switching vs. Circuit Switching. Retrieved from www.apposite-
tech.com/blog/uncategorized/packet-switching-vs-circuit-switching/




What Things Will Disappear from Public?

Smart key, credit to cars.com There are many things that familiar with our life in a decade or so will disappear soon. The timing o...